pic source: pixabay.com |
Saat masih jadi karyawan swasta, saya jarang banget ditugaskan keluar. Pekerjaan saya sehari-hari adalah staf administrasi yang bekerja di belakang meja. Kalopun ada tugas luar, biasanya hanya ikut training admin demi memperdalam skil dan pengetahuan di bidang yang saya kerjakan sehari-hari.
10 tahun bekerja di perusahaan swasta, hanya lima kali saya ditugaskan keluar kota. Tiga kali ke Jakarta, satu kali ke Bogor dan satu kali ke Kendari. Saat itu (selain perjalanan ke Kendari), semua transportasi dan akomodasi disiapin perusahaan (maksudnya saya gak perlu capek pesan tiket pesawat dan hotel karena perusahaan udah menyiapkan segalanya).
Saat akan berangkat, tiket pesawat udah di tangan. Pun dengan hotel, saat tiba di tempat tujuan, udah ada tim penjemput di bandara yang siap sedia mengantar kami ke hotel tempat diadakannya training. Saya cuman nyiapin koper. Dan tentu aja, biaya-biaya lain yang saya keluarin selama perjalanan juga tetap di-reimburse oleh kantor. Masih pula dapat uang saku. Ahh, jadi kangen saat-saat itu, hehehe 😄
Baca Juga: Contoh Surat Resign
Lalu bagaimana dengan tugas luar yang saya lakukan saat ini? Hmmm sungguh sangat jauh berbeda, hehehe. Setelah hampir dua tahun jadi ASN, tugas luar kota paling jauh hanya sampe Kendari. Selama ini, bila ada tugas luar, biasanya hanya di dalam daerah aja, berkunjung ke desa dan kecamatan yang ada di Buton Tengah, wilayah kerja saya saat ini.
Oh iyaa, tujuan saya menulis ini bukan untuk membanding-bandingkan yaa, karena memang gak bisa dibandingin. Perusahaan swasta dan instansi pemerintah tentu punya aturan berbeda terkait perjalanan dinas pegawainya. Sesuai judulnya, saya hanya ingin menuliskan serba-serbi yang saya alami saat melakukan tugas luar.
hari-hari terakhir ngantor di kantor lama, sebelum ngajuin cuti lahiran disusul resign |
Tahun 2013 adalah pertama kalinya saya tugas luar ke Jakarta. Saat itu saya ditunjuk mewakili rekan-rekan admin dari Baubau untuk mengikuti agenda tahunan perusahaan yaitu training admin yang diikuti oleh perwakilan admin dari seluruh Indonesia. Kalo ditotal, pesertanya kurang lebih 100-an orang. Itu adalah kali pertama saya naik pesawat seorang diri. Pertama kali naik pesawat adalah tahun 2007 bersama teman-teman kampus saat ikut study banding ke Jawa-Bali.
Baca Juga: 2007 dalam Kenangan
Bagaimana rasanya naik pesawat seorang diri? Ternyata gak seseram yang saya bayangkan, hehehe. Saya tetap bisa menikmati perjalanan dengan nyaman. Saat tiba di Jakarta, saya mulai membaur dengan rekan-rekan admin lain. Sebagai seorang introvert, saya akui, memang bukan saya yang memulai obrolan dengan mereka tapi merekalah yang mencairkan suasana.
Saya ingat, ada rekan dari Balikpapan yang suka melucu, semua yang berada di dekatnya selalu tersenyum karena adaaa ajaa cerita lucu yang keluar dari mulutnya. Dia juga bercerita tentang banyak hal. Dari ceritanya, kami jadi tahu kalo ternyata dia suka menulis walau dia bukanlah seorang penulis Balikpapan. Katanya, saat masih sekolah hobby-nya adalah menulis di diary. Mendengar ceritanya yang suka nulis di diary, mau gak mau membuat saya teringat masa lalu yang punya hobby yang sama namun sekarang saya udah ganti media, jadi nulisnya bukan di diary lagi melainkan di blog. Sayangnya sejak resign dari kantor lama, saya kehilangan kontaknya jadi gak tahu lagi gimana kabarnya saat ini. Saya berharap, suatu saat bisa berjumpa dengannya lagi.
rekan-rekan admin dari beberapa kota di Sulawesi, Kalimantan dan Papua di training admin tahun 2013 |
Kali kedua dan seterusnya saya mulai terbiasa. Apalagi perwakilan admin dari Sulawesi Tenggara mulai banyak yang ikutan jadi saya gak sendirian lagi naik pesawat, udah ada teman ngobrol selama perjalanan. Sayangnya setelah pandemi menyerang pada tahun 2020 lalu, pelaksanaan training adminnya gak kayak dulu lagi, melainkan dilakukan secara online.
Baca Juga: Bawa Anak ke Kantor, Yeay or Nay?
Setelah menjadi ASN, tugas luar pertama yang saya lakukan adalah memantau dan melakukan survey harga pangan di salah satu pasar tradisional di Kabupaten Buton Tengah. Bagaimana rasanya? Jujur aja, saat ditunjuk untuk melakukan tugas itu, saya deg-degan dan excited. Deg-degan karena itu adalah pertama kalinya saya turun langsung ke lapangan, excited karena itu adalah tugas pertama yang dipercayakan kepada saya jadi saya harus melakukannya dengan sebaik-baiknya.
Oh iyaa, dari semua tugas luar yang pernah saya lakukan, perjalanan tugas luar seminggu lalu adalah salah satu yang paling berkesan dan susah dilupakan. Jadi, saat itu, saya dan seorang rekan magang melakukan pengambilan data FSVA (Food Security and Vulnerability Atlas atau peta ketahanan dan kerentanan pangan) di seluruh desa yang ada di Kecamatan Lakudo (salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Buton Tengah). Saat kami hendak berkunjung ke desa terakhir, kami kesasar di tengah hutan (saya sebut hutan karena di sana gak ada rumah dan di sepanjang jalan yang terlihat hanya semak dan pepohonan).
Kami berdua memang belum pernah ke desa itu dan b*dohnya kami putuskan untuk lewat jalan pintas agar cepat sampai ke tujuan. Sebelum melewati jalan itu, kami bertanya pada warga apa benar itu jalannya dan warga mengiyakan. Dengan penuh percaya diri kami jalan, namun hingga 20 menit berjalan, gak ada tanda-tanda akan menemukan sebuah desa, yang ada jalan semakin rusak dan pohon yang kami temui semakin rimbun. Perasaan kami mulai gak enak. Dan benar aja, setelah hampir setengah jam berjalan kami sampai pada ujung jalan yang mentok. Di depan gak ada apa-apa lagi selain pohon. Seketika bulu kuduk merinding, kami saling berpandangan lalu memutuskan untuk balik kanan aja (sepertinya bakalan panjang kalo saya ceritain detailnya, hehehe, jadi cukuplah saya ceritakan sampai di sini aja).
Sungguh itu adalah pengalaman nyasar yang gak enak banget. Kalo nyasar di tengah kota sih masih agak mendingan karena ada banyak orang yang dijadiin tempat bertanya, apalagi bila nyasarnya di kota besar seperti Balikpapan, kan bisa bertanya pada warga yang udah paham banget seluk beluk kotanya, misal bertanya pada Travel blogger Balikpapan, lah ini nyasar di tengah hutan cuyyy, kemana tempat bertanya? Duh, semoga pengalaman nyasar ini cukup sekali aja deh yaa, jangan lagi terulang untuk kedua kalinya. Ngeri banget euy. Untungnya motor yang kami kendarai gak ngambek dan mogok di tengah hutan. Gak kebayang kalo itu terjadi, mana kami gak punya paket data internet pula untuk share lokasi dan untuk menjelaskan lokasi keberadaan kami pun terasa sulit karena kami memang gak tahu daerah itu, ckckck
foto yang diambil di hari itu tapi di desa lain, sebelum kami nyasar |
Selama ini saya selalu menikmati setiap perjalanan tugas luar yang diberikan, baik saat masih jadi karyawan swasta maupun setelah jadi ASN.
Kejadian kurang menyenangkan seperti minggu lalu gak membuat saya jera untuk turun ke "lapangan" lagi. Bukankah di setiap kejadian selalu ada pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik? Seperti itu juga yang saya rasakan. Kejadian itu mengajarkan saya untuk lebih berhati-hati dan gak ceroboh dalam mengambil keputusan.
Setiap perjalanan tentu akan menorehkan ceritanya sendiri. Saya memilih untuk terus menikmati perjalanan apapun yang ditugaskan kepada saya 😊