pic source: pixabay.com |
Belum lama ini ada kehebohan terjadi (lagi, dan untuk kesekian kalinya) di dunia ibu-ibu. Buat yang aktif di medsos, kayaknya udah pada tahu yaa topik apa yang sedang hangat diperbincangkan itu. Yap, gak lain dan gak bukan adalah tentang bekal anak yang akan dibawa ke sekolah. Saya sebagai ibu yang gak bikin bekal buat anak cuman ikutan nyimak dan bengong aja melihat kehebohan ini, hahaha 😅
Hmmm, ibu-ibu ini ada-ada aja deh yaa. Semuanya pengen dihebohin, pokoknya kalo gak heboh kok rasanya seperti ada yang kurang gitu loh. Boleh dibilang ibu-ibu adalah makhluk yang memiliki extra power, tenaganya kayak gak habis-habis, adaaaa aja yang di-battle-in, mulai dari working mom vs SAHM (stay at home mom), lahiran sesar vs lahiran normal, ASI vs Sufor, MPASI home made vs instan, mau punya anak vs child free (tapi kalo ini kayaknya bukan cuman ibu-ibu aja yaa) sampe yang terbaru adalah masalah bekal anak ini.
Namun di tulisan ini saya gak bakalan membahas lebih lanjut tentang "kehebohan" yang lumayan sering terjadi di dunia mommy-mommy ini. Sesuai judul, yang akan saya tuliskan adalah beberapa alasan yang mendasari saya memilih dan memutuskan menjadi seorang wanita karir atau ibu yang tetap bekerja kantoran walau udah memiliki anak dan suami.
Jujur aja, di awal perkenalan saya dengan suami (saat itu baru penjajakan), saya langsung ngomong pada beliau bahwa bila kami berjodoh, saya gak mau dilarang bekerja. Saya ingin tetap berkarir dan gak mau dilarang untuk hal ini. Saya tegaskan padanya bahwa, sebelum bertemu dengannya, saya adalah perempuan bekerja, maka saya gak mau berhenti bekerja ketika saya menikah atau setelah punya anak. Saya mau berhenti bekerja bila memang MAU dan itu atas keinginan sendiri bukan karena paksaan darinya.
Baca Juga: 7 Ciri Lelaki yang Tidak Boleh Dijadikan Suami
Berikut beberapa alasan yang mendasari saya memilih sebagai working mom:
🌸 Tetap ingin berdaya
Yaa, mungkin bakalan ada yang bilang, perempuan tetap bisa berdaya dari rumah, kok. Big No. Itu gak berlaku buat saya. Kelamaan tinggal di rumah bukan pilihan terbaik buat saya (sampai saat ini). Walau saya seorang introvert, namun kelamaan tinggal di rumah akan membuat saya stres. Saya jadi ingat saat cuti melahirkan anak pertama. 3 bulan di rumah membuat saya stres. hari-hari saya lewati dengan berat sembari menghitung hari kapan bisa masuk kantor lagi. Makanya, demi kesehatan mental saya, saya putuskan untuk tetap berkarir di luar rumah. Bagi saya, rutinitas ke kantor adalah hal menyenangkan. Memakai seragam, gonta ganti outfit dengan tampilan yang rapi adalah hal yang bikin nagih, hehehe 😁
Baca Juga: Nasehat Buat Adik-adik yang Belum Bertemu Jodohnya
🌸 Punya penghasilan sendiri
Sejak usia sekolah, saya udah terbiasa punya penghasilan sendiri. Saat kuliah pun saya juga sambil bekerja (walau gak lama karena bentrok antara jadwal kuliah dan kerja). Saya udah merasakan betapa nikmatnya punya penghasilan sendiri itu. Apapun yang diinginkan bisa langsung didapatkan (kalo mau), tanpa harus nunggu uang pemberian orang tua (saat belum nikah) dan suami (setelah nikah).
Istri yang punya penghasilan sendiri, saat mau kasih uang ke orang tua rasanya "ringan" karena gak perlu merasa gak enak pada suami (walau saya tahu, suami saya pasti gak bakalan keberatan kalo saya menyisihkan sedikit penghasilannya buat mama saya). Punya penghasilan sendiri juga bikin saya lebih percaya diri.
🌸 Gak mau jadi seperti mama
Bila banyak anak perempuan ingin menjadi seperti ibunya, maka saya dengan tegas berkata "saya gak mau jadi seperti mama". Sebenarnya agak berat bagi saya untuk menuliskan alasannya karena ini seperti membuka kamar kenangan yang udah lama tertutup rapat, namun pelan-pelan saya coba untuk menulis poin pentingnya aja.
Mama adalah perempuan yang gak beruntung dalam hal pendidikan. Kesulitan ekonomi memaksa mama harus berhenti sekolah saat kelas IV SD. Mama kemudian menikah dengan papa yang berstatus PNS dan melahirkan 6 anak (1 meninggal dunia). Sayangnya dengan jumlah anak yang lumayan banyak dan jarak lahirnya berdekatan, membuat kedua orang tua kami agak kesulitan membiayai anak-anaknya. Akibatnya, mama yang gak punya penghasilan harus terus mengalah, alih-alih menyisihkan sebagian uang buat kebutuhan pribadinya, yang terjadi adalah gaji papa habis dipakai untuk kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anaknya.
Bagi papa, sesusah apapun keadaan ekonomi keluarga, sekolah anak-anak adalah yang utama. Mungkin karena ini, mama terlihat ikhlas menjalani hidup dalam keterbatasan. Namun saya yang melihatnya merasa gak rela mama hidup seperti itu. Karena itulah, saya bertekad gak mau jadi seperti mama. Saya harus lebih baik dari mama. Dan untuk mencapainya, saya harus kuliah dan bekerja agar punya penghasilan sendiri dan bisa memenuhi segala kebutuhan pribadi tanpa perlu mengharap dari orang lain. Ahh jadi sedih deh menuliskan ini. Jadi kangen sama mama dan baru sadar kalo udah seminggu kami gak telponan. Doaku, semoga mama sehat selalu sehingga anak-anaknya bisa membalas kasih sayang dan pengorbanan beliau. I love you, Mama ❤️❤️
**
Itulah 3 alasan yang mendasari saya memilih menjadi seorang perempuan yang tetap bekerja walau udah nikah dan punya anak. Oh iyaa, tulisan ini adalah opini pribadi saya yaa, gak ada niatan untuk menjelek-jelekkan ataupun menjatuhkan pilihan perempuan lain yang berbeda dengan pilihan saya.
Walau gak mau seperti mama, tapi saya sangat menghargai pilihan perempuan lain yang memilih sebagai stay at home mom, seperti mama. Saya malah kagum pada ibu-ibu yang memilih jalan ini karena saya sadar saya gak akan sanggup menjalaninya.
Di akhir tulisan ini, saya ingin bilang bahwa apapun pilihan kita, kita harus bangga dengan pilihan itu. Orang lain gak berhak menghakimi pilihan kita. Ladies, pilihan ada di tangan kita!